Wednesday, October 18, 2017

Mahasiswa UM Melayani Anak Berkebutuhan Khusus di Desa Tersembunyi



Menjadi luar biasa memang butuh air mata, keringat bahkan darah yang harus dikorbankan sebelum mencapainya. Kira-kira ucapan dari Bapak Mantan Presiden ke-3 RI, Ing. B.J Habibie bikin aku tidak gampang tertarik dengan hasil-hasil menggiurkan tanpa proses. Keinstanan memang menggoda, tapi ibarat mie instan, proses itu tidak menyehatkan sama sekali. Hanya saja memberi kepuasan sesaat, kenyang sebentar.

Dahulu ketika sedang menempuh pendidikan sejak SD-SMA, aku punya banyak cita-cita yang ku pikir semuanya tinggi. Aku tidak ingin menyebut diriku sendiri tidak tahu diri, tapi marilah kita sama-sama membangun mental positif dan percaya kita juga bisa menjadi apa yang kita impikan. Bukankah Tuhan telah mengizinkan kita bermimpi? Lantas kenapa harus ragu kalau impian-impian besar terlalu muluk?
Jendela Depan SLB Tamima Mumtaz

Membanggakan Indonesia?
Memberikan warna pada kehidupan orang lain ternyata tidak harus dengan kita menjadi pengendali kekuasaan di negara ini. Pikiran simpel yang baru aku pahami pada saat di bangku perkuliahan mendorong kami untuk take action daripada hanya sekadar menyusun mimpi sistematis. Selama ini kami berani bermimpi, tapi belum tahu keajaiban bagaimana yang akan diturunkan Tuhan agar harapan-harapan baik itu bisa menjadi kenyataan.


Membuat orang lain dalam suatu lingkungan tersenyum karena merasa kondisi hidupnya sudah lebih baik merupakan suatu kesyukuran tersendiri bagi kami, dan kamu pastinya. Apalagi kalau melihat mereka semakin mendekatkan diri pada Tuhan sebagai bentuk rasa syukurnya, sensasi kalau ternyata keberadaan kita useful bakalan lebih plus-plus.


Di sini aku ingin bercerita tentang action yang udah aku dan teman-teman serta kakak-kakak dari HMJ PLB UM (Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Luar Biasa Universitas Negeri Malang) berikan untuk masyarakat. Yakan kembali lagi ke tridharma perguruan tinggi –ceilah, ala PKKMB- dimana tridharma ketiga,  yaitu pengabdian belum menjadi bagian dari jiwa mahasiswa sekarang. Aku tidak bermaksud menjudgement siapapun karena ini sebenarnya juga notes for myself. Mungkin kalau nggak diajakin sama kakak-kakak yang super inspired ini aku juga gak akan ikutan ngasih kontribusi.
Pasti kamu kalau ditanyain “Kenapa Indonesia harus bangga punya kamu?,” “Yakin udah pantes disebut putra bangsa?” “Udah pernah ngasih apa aja buat Indonesia” dan sederet pertanyaan semacam itu pasti akan muncul ketika kamu berusaha ngedapetin beasiswa, terutama yang sumbernya dari Pemerintah atau lembaga swasta lain yang memang sudah profesional. Yap. Dulu ketika aku masih masa perjuangan reaching beasiswa ini itu aku juga bingung. Duh, aku mah apa atuh, ikut lomba lolos tingkat nasional aja belum, apalagi ngasih medali buat harumin nama negara.

Pikiran seperti itu udah pantes dibilang kolot. Bukankah perubahan besar dimulai dari step-step kecil? Walaupun dikit, tapi real and clear kita ngasih impact ke lingkungan. Itu udah bagian dari membantu usaha pemerintah membangun negara. Iya kan? Lingkungan yang kita bikin senyum itu bagian dari Indonesia kan? That’s why we should remain holding our commitment to serve our sector passion.

OTW Mendirikan SLB
Oke deh, sekarang aku mau langsung cerita apa sih yang udah diusahakan sama HMJ PLB UM buat mendidik putra putri bangsa ini. Well, jadi guru reguler dibanding guru anak luar biasa pastinya tak ternilai. Kita sama-sama dobel dapetnya, akhirat dan dunia. Tapi proses mendidiknya tentu beda. Di sini kelebihannya guru hasil outcome dari Pendidikan Luar Biasa. Kita bisa terjun untuk anak regular maupun anak luar biasa. But,  nowadays beberapa jurusan pendidikan sudah dibekali materi untuk persiapan menjadi guru sekolah inklusif.

Salah Satu Siswa Autis-Low Vision
Ini adalah kegiatan kami ketika berada di Desa Madiredo, Pujon. Pastinya harapan awal kami ingin mendirikan Sekolah Luar Biasa di sana. Namun karena beberapa kendala seperti biaya pembangunan dan operasional, tenaga, sampai waktu jadinya anak-anak yang lucu ini hanya bersekolah pada hari Sabtu dan Ahad. –Ahad sama dengan Minggu.

Jika ada murid 7 termasuk sudah mencukupi dan memang cukup layak disebut sebagai SLB karena telah memungkinkan diselenggarakannya kelas belajar pembelajaran. Namanya juga murid luar biasa, selalu memberikan tantangan yang luar biasa pula kepada siapa saja yang bermaksud terjun menyentuh mereka. Kadang tidak semua orangtua telaten menyekolahkan anaknya meski hanya dua kali dalam sepekan. Tidak semua anak juga memiliki tingkat perhatian dan minat bersekolah tinggi. Dari sini aku sadar, tidak perlu jauh-jauh mencari tempat terpencil di perbatasan Indonesia-Malaysia kalau ternyata di daerah-daerah yang masih masuk Pulau Jawa juga banyak kekurang merataan kesempatan.
Bagian Dalam SLB Tamima Mumtaz

Sementara itu, beberapa anak sangat bersemangat sekolah. Meskipun terkadang harus dijemput dulu ke rumahnya karena keluarganya tidak ada yang mengantar lalu menunggu pendidik sampai datang ke Balai Desa Madiredo –tempat SLB sementara . Melihat senyum di wajah mereka, mengingat ketika mereka menarik tangan kita dan meminta bimbingan menuju SLB Mumtaz –nama SLB sementara- semangat kita justru bertambah lagi. “Ayo sekolah” Ucapan seperti itu benar-benar menjadi pemicu bagi kami para volunteer.

Para murid di sana tidak memiliki hambatan yang sama. Ada yang tunaganda (Ketunaan dobel), autis, low vision (Tuna netra yang masih punya sisa penglihatan meski bendanya harus didekatkan), tunadaksa (Ketunaan pada bagian anggota gerak tubuh), dan tunagrahita (IQ di bawah rata-rata).

Memberi Pelayanan Anak Berkebutuhan Khusus
Yusuf, seorang penyandang autis sekaligus low vision yang dulunya waktu pertama kali mahasiswa kami menyentuh desa tersebut dia tidak banyak bicara. Karakter pendiam, tidak merespon, tapi sebenarnya bisa bahkan cerdas itu adalah salah satu ciri anak autis. Ada kepuasan tersendiri pada saat anak mengalami peningkatan dalam hal apapun. Bagi kami, mengajarkan akhlaq atau tata krama bagi anak luar biasa lebih penting daripada memaksa mereka harus sama seperti orang lain. Kemudian setelah itu, barulah mengembangkan kemampuan kognitif (pengetahuan), afektif (emosi) dan psikomotor (keterampilan).




Mengenalkan mereka kepada nama buah, hewan, melempar bola, mengucapkan salam, berkasih sayang sesama teman dan mengajari angka serta alphabet adalah bagian dari usaha kami. Anak luar biasa membutuhkan pengulangan-pengulangan alias repetition pada saat dia mempelajari sesuatu yang baru. Jika guru tidak telaten, sama-sama kasihan antara anak dan guru itu sendiri. Oleh sebab itulah kami juga berusaha all out melayani kebutuhan khusus mereka.

Kakak dari salah satu ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) sering membelikan es krim di ujung jam kelas. Stimulus seperti ini bisa membiasakan diri anak mandiri mengurus dirinya sendiri seperti makan tanpa bantuan orang lain.
sumber: dok pribadi
Ada satu anak bernama Putri yang membuatku ingat lagi betapa pentingnya apresiasi terhadap karya orang lain. Putri ini seorang tunadaksa juga tunagrahita. Umurnya sudah 9 tahun tapi tubuhnya sangat kurus kering karena tidak tumbuh secara sempurna. Untuk mandi saja dia masih bergantung kepada ibunya. Namun dia menyadarkan kami akan nilai “Kalau ingin dihargai maka hargailah orang lain.” Setiap Putri berhasil menyebutkan nama buah atau sukses melakukan instruksi lain dari guru, dia selalu meminta orang-orang di sekitarnya bertepuk tangan untuknya.

Putri belum bisa bicara, lidahnya sangat pendek. Jadi dia menepuk lantai atau memegang orang yang belum memberi tepuk tangan untuk keberhasilannya. Sehingga kami terbiasa memberi apresiasi tanpa diminta sebagai bentuk penghormatan atas usaha orang tersebut, baik benar atau salah, sesuai ekspektasi atau tidak.

A Circumstance
Lalu bagaimana awal mulanya mahasiswa UM bisa menjadi pendidik di Desa https://visitmadiredo.wordpress.com/2016/01/29/visit-madiredo/. Dulunya tempat ini menjadi lokasi KKN kakak tingkat sebelumnya. Kami juga melihat ada beberapa Universitas selain www.um.ac.id yang pernah menjangkau tempat tersebut. Beberapa peninggalan berupa mainan dan media ABK adalah sumbangan dari mahasiswa www.ub.ac.id dan www.uns.ac.id. Setelah itu HMJ PLB UM beserta dosen di sini berinisiatif melanjutkan pemberian layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus di sana.
Jalan Menuju Desa Madiredo


Ibu Lurah Desa Madiredo sampai saat ini masih mengusahakan dukungan sarana prasarana yang lebih mendukung demi kemajuan penyelenggaraan pembelajaran. Hingga kini pun kami sebagai volunteer masih mencari ke sana-ke sini bantuan buku untuk materi anak TK, supaya anak-anak di sana punya lebih banyak pengalaman nyata dalam usahanya mengenal dunia di mana setiap benda punya nama dan setiap kejadian ada ceritanya.

Jangan ditanya dikasih gaji berapa buat rasa capek Kota Malang-Pujon dua kali sepekan. Bukannya masing-masing dari kita juga butuh liburan, ada tugas kampus, harusnya jatah pulang kampung? Okedeh. Don’t bothered the other. Jangan ngrepotin temen kamu yang udah jaga komitmen melayani anak berkebutuhan khusus dengan hal-hal egois. Kalau kita tulus ikhlas dan berkomitmen inshaallah pasti ada aja keberkahannya kok. Seriusan deh. Bisa jadi lebih lancar saat memahami materi di kelas, lebih dekat sama dosen, atau semakin dekat sama jodoh –eh. Soal liburan, slow man slow, pelayanan bukan mengasingkan diri kok. Madiredo yang terbilang terpencil ini indah banget. Ala hawa kaki pegunungan gitu.


Hawa Adem Sepanjang Perjalanan


Kami adalah tim. Kalau memang ada yang harus izin ya izin nggak dateng, thus yang lainnya ngegantiin dateng ngajar anak-anak. Kalau gak ada yang bisa, mari kita sama-sama ingat harapan mereka dan orang-orang di Madiredo tentang bisa sekolahnya anak-anak ABK itu. Otomatically kalau masih normal, pasti ada beban moral dong ya. Iya, jaga komitmen itu susah, bukan Cuma komitmen pernikahan, tapi juga komitmen jadi bagian dari  volunteerpujon.

Well done. Sampe sini makasih banget udah nyimak cerita kami sebagai volunteer anak berkebutuhan khusus di Pujon. Semoga manfaat ya, btw kalau ada informasi tentang donatur buku yang tadi komen dong atau email boleh.  Doain semoga segera ada SLB formal di sana :-) Let's bright our environment.


EmoticonEmoticon