Dahulu ketika sedang menempuh pendidikan
sejak SD-SMA, aku punya banyak cita-cita yang ku pikir semuanya tinggi. Aku
tidak ingin menyebut diriku sendiri tidak tahu diri, tapi marilah kita
sama-sama membangun mental positif dan percaya kita juga bisa menjadi apa yang
kita impikan. Bukankah Tuhan telah mengizinkan kita bermimpi? Lantas kenapa
harus ragu kalau impian-impian besar terlalu muluk?
Membanggakan
Indonesia?
Memberikan warna pada kehidupan orang
lain ternyata tidak harus dengan kita menjadi pengendali kekuasaan di negara
ini. Pikiran simpel yang baru aku pahami pada saat di bangku perkuliahan
mendorong kami untuk take action daripada hanya sekadar menyusun mimpi
sistematis. Selama ini kami berani bermimpi, tapi belum tahu keajaiban
bagaimana yang akan diturunkan Tuhan agar harapan-harapan baik itu bisa menjadi
kenyataan.
Membuat orang lain dalam suatu lingkungan
tersenyum karena merasa kondisi hidupnya sudah lebih baik merupakan suatu
kesyukuran tersendiri bagi kami, dan kamu pastinya. Apalagi kalau melihat
mereka semakin mendekatkan diri pada Tuhan sebagai bentuk rasa syukurnya,
sensasi kalau ternyata keberadaan kita useful bakalan lebih plus-plus.
Di sini aku ingin bercerita tentang
action yang udah aku dan teman-teman serta kakak-kakak dari HMJ PLB UM
(Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Luar Biasa Universitas Negeri Malang)
berikan untuk masyarakat. Yakan kembali lagi ke tridharma perguruan tinggi –ceilah,
ala PKKMB- dimana tridharma ketiga,
yaitu pengabdian belum menjadi bagian dari jiwa mahasiswa sekarang. Aku
tidak bermaksud menjudgement siapapun karena ini sebenarnya juga notes for
myself. Mungkin kalau nggak diajakin sama kakak-kakak yang super inspired ini
aku juga gak akan ikutan ngasih kontribusi.
Pasti kamu kalau ditanyain “Kenapa
Indonesia harus bangga punya kamu?,” “Yakin udah pantes disebut putra bangsa?” “Udah
pernah ngasih apa aja buat Indonesia” dan sederet pertanyaan semacam itu pasti
akan muncul ketika kamu berusaha ngedapetin beasiswa, terutama yang sumbernya
dari Pemerintah atau lembaga swasta lain yang memang sudah profesional. Yap.
Dulu ketika aku masih masa perjuangan reaching beasiswa ini itu aku juga
bingung. Duh, aku mah apa atuh, ikut lomba lolos tingkat nasional aja belum,
apalagi ngasih medali buat harumin nama negara.
Pikiran seperti itu udah pantes dibilang
kolot. Bukankah perubahan besar dimulai dari step-step kecil? Walaupun dikit,
tapi real and clear kita ngasih impact ke lingkungan. Itu udah bagian dari
membantu usaha pemerintah membangun negara. Iya kan? Lingkungan yang kita bikin
senyum itu bagian dari Indonesia kan? That’s
why we should remain holding our commitment to serve our sector passion.
OTW
Mendirikan SLB
Oke deh, sekarang aku mau langsung
cerita apa sih yang udah diusahakan sama HMJ PLB UM buat mendidik putra putri
bangsa ini. Well, jadi guru reguler dibanding guru anak luar biasa pastinya tak
ternilai. Kita sama-sama dobel dapetnya, akhirat dan dunia. Tapi proses
mendidiknya tentu beda. Di sini kelebihannya guru hasil outcome dari Pendidikan
Luar Biasa. Kita bisa terjun untuk anak regular maupun anak luar biasa.
But, nowadays beberapa jurusan
pendidikan sudah dibekali materi untuk persiapan menjadi guru sekolah inklusif.
Salah Satu Siswa Autis-Low Vision |
Ini adalah kegiatan kami ketika berada
di Desa Madiredo, Pujon. Pastinya harapan awal kami ingin mendirikan Sekolah
Luar Biasa di sana. Namun karena beberapa kendala seperti biaya pembangunan dan
operasional, tenaga, sampai waktu jadinya anak-anak yang lucu ini hanya bersekolah
pada hari Sabtu dan Ahad. –Ahad sama dengan Minggu.
Jika ada murid 7 termasuk sudah
mencukupi dan memang cukup layak disebut sebagai SLB karena telah memungkinkan
diselenggarakannya kelas belajar pembelajaran. Namanya juga murid luar biasa,
selalu memberikan tantangan yang luar biasa pula kepada siapa saja yang
bermaksud terjun menyentuh mereka. Kadang tidak semua orangtua telaten
menyekolahkan anaknya meski hanya dua kali dalam sepekan. Tidak semua anak juga
memiliki tingkat perhatian dan minat bersekolah tinggi. Dari sini aku sadar,
tidak perlu jauh-jauh mencari tempat terpencil di perbatasan Indonesia-Malaysia
kalau ternyata di daerah-daerah yang masih masuk Pulau Jawa juga banyak
kekurang merataan kesempatan.
Bagian Dalam SLB Tamima Mumtaz |
Sementara itu, beberapa anak sangat
bersemangat sekolah. Meskipun terkadang harus dijemput dulu ke rumahnya karena
keluarganya tidak ada yang mengantar lalu menunggu pendidik sampai datang ke
Balai Desa Madiredo –tempat SLB sementara . Melihat senyum di wajah mereka,
mengingat ketika mereka menarik tangan kita dan meminta bimbingan menuju SLB
Mumtaz –nama SLB sementara- semangat kita justru bertambah lagi. “Ayo sekolah”
Ucapan seperti itu benar-benar menjadi pemicu bagi kami para volunteer.
Para murid di sana tidak memiliki
hambatan yang sama. Ada yang tunaganda (Ketunaan dobel), autis, low vision
(Tuna netra yang masih punya sisa penglihatan meski bendanya harus didekatkan),
tunadaksa (Ketunaan pada bagian anggota gerak tubuh), dan tunagrahita (IQ di
bawah rata-rata).
Memberi
Pelayanan Anak Berkebutuhan Khusus
Yusuf, seorang penyandang autis
sekaligus low vision yang dulunya waktu pertama kali mahasiswa kami menyentuh
desa tersebut dia tidak banyak bicara. Karakter pendiam, tidak merespon, tapi
sebenarnya bisa bahkan cerdas itu adalah salah satu ciri anak autis. Ada
kepuasan tersendiri pada saat anak mengalami peningkatan dalam hal apapun. Bagi
kami, mengajarkan akhlaq atau tata krama bagi anak luar biasa lebih penting
daripada memaksa mereka harus sama seperti orang lain. Kemudian setelah itu,
barulah mengembangkan kemampuan kognitif (pengetahuan), afektif (emosi) dan
psikomotor (keterampilan).
Mengenalkan mereka kepada nama buah,
hewan, melempar bola, mengucapkan salam, berkasih sayang sesama teman dan
mengajari angka serta alphabet adalah bagian dari usaha kami. Anak luar biasa
membutuhkan pengulangan-pengulangan alias repetition pada saat dia mempelajari
sesuatu yang baru. Jika guru tidak telaten, sama-sama kasihan antara anak dan
guru itu sendiri. Oleh sebab itulah kami juga berusaha all out melayani kebutuhan
khusus mereka.
Kakak dari salah satu ABK (Anak
Berkebutuhan Khusus) sering membelikan es krim di ujung jam kelas. Stimulus
seperti ini bisa membiasakan diri anak mandiri mengurus dirinya sendiri seperti
makan tanpa bantuan orang lain.
sumber: dok pribadi |
Ada satu anak bernama Putri yang
membuatku ingat lagi betapa pentingnya apresiasi terhadap karya orang lain.
Putri ini seorang tunadaksa juga tunagrahita. Umurnya sudah 9 tahun tapi
tubuhnya sangat kurus kering karena tidak tumbuh secara sempurna. Untuk mandi
saja dia masih bergantung kepada ibunya. Namun dia menyadarkan kami akan nilai “Kalau
ingin dihargai maka hargailah orang lain.” Setiap Putri berhasil menyebutkan
nama buah atau sukses melakukan instruksi lain dari guru, dia selalu meminta
orang-orang di sekitarnya bertepuk tangan untuknya.
Putri belum bisa bicara, lidahnya sangat
pendek. Jadi dia menepuk lantai atau memegang orang yang belum memberi tepuk
tangan untuk keberhasilannya. Sehingga kami terbiasa memberi apresiasi tanpa
diminta sebagai bentuk penghormatan atas usaha orang tersebut, baik benar atau
salah, sesuai ekspektasi atau tidak.
A
Circumstance
Lalu bagaimana awal mulanya mahasiswa UM
bisa menjadi pendidik di Desa https://visitmadiredo.wordpress.com/2016/01/29/visit-madiredo/.
Dulunya tempat ini menjadi lokasi KKN kakak tingkat sebelumnya. Kami juga
melihat ada beberapa Universitas selain www.um.ac.id
yang pernah menjangkau tempat tersebut. Beberapa peninggalan berupa mainan dan
media ABK adalah sumbangan dari mahasiswa www.ub.ac.id
dan www.uns.ac.id. Setelah itu HMJ PLB UM
beserta dosen di sini berinisiatif melanjutkan pemberian layanan pendidikan
anak berkebutuhan khusus di sana.
Jalan Menuju Desa Madiredo |
Ibu Lurah Desa Madiredo
sampai saat ini masih mengusahakan dukungan sarana prasarana yang lebih
mendukung demi kemajuan penyelenggaraan pembelajaran. Hingga kini pun kami
sebagai volunteer masih mencari ke sana-ke sini bantuan buku untuk materi anak
TK, supaya anak-anak di sana punya lebih banyak pengalaman nyata dalam usahanya
mengenal dunia di mana setiap benda punya nama dan setiap kejadian ada
ceritanya.
Jangan ditanya dikasih gaji berapa buat
rasa capek Kota Malang-Pujon dua kali sepekan. Bukannya masing-masing dari kita
juga butuh liburan, ada tugas kampus, harusnya jatah pulang kampung? Okedeh.
Don’t bothered the other. Jangan ngrepotin temen kamu yang udah jaga komitmen
melayani anak berkebutuhan khusus dengan hal-hal egois. Kalau kita tulus ikhlas
dan berkomitmen inshaallah pasti ada aja keberkahannya kok. Seriusan deh. Bisa
jadi lebih lancar saat memahami materi di kelas, lebih dekat sama dosen, atau
semakin dekat sama jodoh –eh. Soal liburan, slow man slow, pelayanan bukan
mengasingkan diri kok. Madiredo yang terbilang terpencil ini indah banget. Ala
hawa kaki pegunungan gitu.
Hawa Adem Sepanjang Perjalanan |
Kami adalah tim. Kalau memang ada yang
harus izin ya izin nggak dateng, thus yang lainnya ngegantiin dateng ngajar
anak-anak. Kalau gak ada yang bisa, mari kita sama-sama ingat harapan mereka
dan orang-orang di Madiredo tentang bisa sekolahnya anak-anak ABK itu.
Otomatically kalau masih normal, pasti ada beban moral dong ya. Iya, jaga
komitmen itu susah, bukan Cuma komitmen pernikahan, tapi juga komitmen jadi
bagian dari volunteerpujon.
Well done. Sampe sini makasih banget
udah nyimak cerita kami sebagai volunteer anak berkebutuhan khusus di Pujon.
Semoga manfaat ya, btw kalau ada informasi tentang donatur buku yang tadi komen
dong atau email boleh. Doain semoga segera ada SLB formal di sana :-) Let's bright our environment.
EmoticonEmoticon