Wednesday, February 15, 2017

Parah Mana Buta Al Qur’an Dibanding Buta Matematika ?


credit image : www.merdeka.com
Pengetahuan memang ditujukan untuk mengubah mental dan karakter seseorang supaya sesuai dengan tujuan pendidikan itu sendiri. Aku kemarin baru aja gabungan sama club pengajian yang menghadirkan seorang pemuda sholeh. Pemuda ini bernama Taqy Malik. Walaupun masih muda, dia seorang hafidz yang sudah bisa menirukan 40 suara imam besar di dunia. Jadi bayangin aja kalau sholat di belakangnya, nggak bakalan bosan mendengar suara merdunya yang bisa diganti kapan saja. Sama seperti ketika kamu menikmati sebuah konser musik. Ngomong-ngomong aku bakalan certain sedikit profilnya di artikel berbeda ya. Silahkan besok cek ke sub tema tokoh jagoan. 

Yang ingin aku fokuskan kali ini sesuai dengan judul. Well, sebagai seorang pelajar di sekolah menengah umum biasa, aku merasa ada banyak banget pelajaran yang mesti dipelajari. Masing-masing menuntut kemampuanku dan beberapa di antaranya harus aku kuasai tanpa pernah bertanya dulu sukakah aku padanya. Aku ambil contoh pelajaran paling banyak dibenci di sekolahku. Namanya matematika. Pelajaran ini mengasah logika dari otak setiap orang. Katanya sih sebagai dasar kehidupan. Makanya matematika tidak pernah dilenyapkan sejak tingkat Taman Kanak-kanak sampai Sekolah Menengah Atas.

Jawaban Guru Matematika
Pernah suatu ketika temanku yang sering mengantuk tiba-tiba pada saat pelajaran matematika bertanya pada ibu guru pengajar. ‘Bu, kalau di kehidupan sehari-hari itu contoh penerapan ilmu matematika apa ya ? Kok kita sampai harus belajar matematika 12 tahun.’ 

Ibu guru tersebut diam sebentar. ‘Buat permainan.’ Aku yang mendengar jawaban menarik itu langsung menoleh ke arah mereka. ‘Main apa, Bu ?’ 

‘Main angka.’ Jawab beliau. Yah, langsung kutundukkan wajahku ke buku matematika lagi. 

‘Saya tidak suka main angka, Bu.’ Jawabku lemas. 

‘Itu lebih baik daripada main hati sama cinta. Kalian belum waktunya.’

Kupikir-pikir nyeleneh juga si ibu guru matematikaku yang notabene sudah berumur itu. Kembali aku mengingat rasanya bosan berada di bangku sekolah. Walaupun aku duduk di jurusan IPS yang anaknya terkenal cablak, tapi kami tidak pernah cablak menyampaikan isi hati dan uneg-uneg dunia pendidikan kepada para tenaga pengajar. Entah karena memang merasa sekolah sebagai tradisi atau benar-benar sadar ini bagian dari proses pendidikan. Yah, anak SMA disuruh berpikir hal semacam itu, yang ada kelas malah sepi. Krik,…. Krik…

Kisah Ketua OSIS 
Aku kembali teringat pada suatu kejadian di masa SMP. Sewaktu itu aku sekolah di SMP umum, bukan yang berbasis Islam. Wajar saja jika ada banyak siswa Islam yang duduk sebagai mayoritas tapi tidak banyak yang lancar membaca kitab suci, Al Qur’an. Ketepatan aku sekelas dengan ketua OSIS di SMP ku pada periode tahun kejadian itu. Suatu ketika diadakan tes mengaji pada pelajaran agama Islam. 

Satu per satu dari anggota kelas diberi jatah membaca satu ayat dan teman lainnya mendengarkan. Begitulah sistematikanya. Ketika pas jatuh giliran si ketua OSIS ku itu, kelas hening cukup lama. Dia gagal membaca sekalimat pun dalam Al Qur’an. Aku sendiri heran mengapa dia sangat sulit mempelajari Al Qur’an padahal tidak ada riwayat keluarganya yang berasal dari agama lain. Namun anak ini memiliki skill public speaking yang mantap. Jiwa sosialnya juga terasah karena pandai berkomunikasi dengan orang lain. Dia memiliki banyak penggemar di sekolah maupun luar sekolah karena cantik, baik, ramah dan tentunya cukup pintar bagi ukuran siswa organisasi. Sayangnya, dia belum bisa membaca Al Qur’an hingga usia sekitar 15 tahun masa hidupnya di dunia. 

Tentu saja guru agama ku tadi trenyuh melihat siswi kebanggan sekolah buta huruf Al Qur’an. Padahal sudah ada ekstra BTA (Baca Tulis Al Qur’an) di Musholla. Namun entah mengapa dia hanya menjalin hubungan baik dengan para pengurusnya tanpa pernah mengikuti. Mungkin karena itu termasuk kewajibannya sebagai ketua OSIS. 
credit image : www.lomba.co

‘Kalau nggak bisa matematika sedikit saja langsung ikut les, disuruh ibu lagi yang siap biaya. Giliran nggak bisa baca Al Qur’an sama sekali malah nggak peduli itu ibunya.’ Kalimat sindiran itu benar-benar masih terngiang di telingaku. Oke, aku mau ngasih opini tentang dua ingatan masa lalu di atas. 

Ini sesuai fakta yang pernah aku alami dan teman-teman yang melaksanakan sholat malam dilanjut membaca Al Qur’an. Ketika kamu mendahulukan Tuhan, Tuhan juga bakalan mendahulukan kepentinganmu. Itu sih kata kakak kelas ketika berbagi tipsnya menjadi mahasiswa UI tingkat akhir. Hampir sama dengan yang disampaikan Taqy Malik pada waktu aku bertanya keluhan banyak hafalan pelajaran yang lebih menuntut daripada hafalan Qur’an. 

Beliau bercerita tentang temannya yang juga sekolah di sekolah umum. Pada saat teman-teman lainnya membolak-balik buku karena akan ujian akhir, dia malah asyik tadarus Al Qur’an sambil hafalan. Salah besar kalau kita merasa pelajaran apapun itu lebih penting daripada Allah. Nah, temannya Taqy Malik ini baru buka buku satu jam sebelum ujian dimulai. Itu pun cuma sempat baca sepintas. Subhanallah, ajaibnya apa yang dia barusan baca itu keluar semua di soal ujian. Sudah pasti nilai dia jauh lebih tinggi dibandingkan teman-temannya yang katanya belajar biar bisa menjawab soal ujian. 

Dear Emak
Buat para Emak-emak nih, nggak semua anak bisa multitalent. Akan lebih asyik kalau Emak punya anak yang ahli di satu bisa namun juga mengenal bidang-bidang lain secukupnya. Jadi ahli di suatu bidang itu nggak gampang. Akan ada banyak latihan yang dalam prosesnya harus mengeluarkan airmata, air keringat dan menghabiskan emosi anak-anak Emak. Dukung saja ilmu-ilmu yang jadi passion anak Emak. Yang penting anak Emak bisa ilmu dasar dalam kehidupan, agama. Ajari bacaan Qur’an sejak sekarang. Kalau Emak merasa belum bisa melakukan itu cukup anggarkan saja dana les dan serahkan urusannya ke Pondok Pesantren atau lembaga bimbingan BTA. 

Ada berapa banyak sarjana yang menjadi pengangguran bukan karena sewaktu dia kuliah terlalu nakal, pembuat onar atau kampusnya belum terakreditasi. Ini bukan saja tentang beruntung atau tidak, tapi juga skill dalam kehidupan. Bagaimana tata karma berhubungan dengan Tuhan dan sesama manusia juga diperhitungkan. 

Jika belajar ilmu agama, kedua skill di atas akan otomatis ikut dikuasai. Buktinya, banyak lembaga pendidikan tinggi terkemuka yang membuka jalur prestasi hafidz qur’an dan mereka langsung bisa memilih ingin masuk di jurusan apa saja. Misalkan UNS yang terang-terang siap menampung para hafidz qur’an. Ada banyak jenis beasiswa juga yang disediakan bagi mereka penghafal qur’an. Misalkan beasiswa dari Kemennag. Kabarnya kampus terkemuka di Indonesia seperti UI, UGM, UB, UIN Malang juga menerima mereka. Bayangkan, tanpa harus susah bergelut dengan buku-buku tebal persiapan SBMPTN Anda bisa langsung berkuliah di jurusan kedokteran yang sudah jadi idaman sejak Anda dilahirkan. Wuih, oranguta pasti lega sambil senyum tipis-tipis.

Buat Kamu
Ketika kamu mendahulukan Tuhan, yakini dalam hatimu. Hasbunallah wa Nikmal wakiil nikmal maulaa wanni’mannatsiir. Cukuplah Allah saja yang akan menolong dan memenuhi semua kebutuhan kamu. Kalau lagi berdo’a gak usah ragu-ragu. Allah juga udah bilang kok. ‘Uduni Istajiib Lakuum.’ Barangsiapa yang meminta pasti akan aku kabulkan. Jadi jangan tanggung-tanggung kalau meminta. Minta aja yang besar sekalian, meskipun kelihatannya mustahil. 

Pilihan pertama kamu jago matematika. Do’a sama Allah minta it uterus belajar yang keras. Pilihan kedua minta jadi professor matematika sekaligus hafal dan paham Al Qur’an. Kayaknya nggak mungkin banget yak arena di zaman ini nggak ada orang seperti itu. Lhoh, jangan salah. Aljabar yang dipelajari di matematika itu penemunya bernama Al Jabr, matematikawan Muslim. Makanya mulai sekarang mindsetnya dirubah. 

Kalau kamu nggak percaya sama pemaparan aku di artikel ini, silahkan bedah perpustakaan dan om google. Korek aja info keajaiban dan manfaat belajar Al Qur’an. Lebih enak lagi kalau punya kenalan yang langsung bisa diwawancarai. Sampai sekarang pun aku belum pernah menemui hafidz qur’an yang jatuh miskin, jadi pengangguran dan sampah masyarakat. Na’udzubillah. Yang ada malah mereka yang terlalu berfokus pada dunia seperti missal terlalu mengejar ranking di sekolah. Banyak lhoh kisah para jagoan sekolah, menang lomba akademik ini itu tapi ujung-ujungnya kalah saing di dunia kerja. Ada yang jadi karyawan swasta dengan gaji di bawah standar UMR sampai pembantu rumah tangga. 

Coba ingat-ingat lagi deh, pentingan mana nyawa orangtuamu dengan pelajaran sekolah ? Kalau masih penting yang pertama, masa iya mau mengakhirkan pencipta nyawanya. Padahal Al Qur’an itu sumber ilmu apapun. Astronomi, sejarah bahkan teori atom ada semuanya di dalamnya. Sayang banget kan kalau kita menyandarkan dan mengejar hal menipu. Percayalah, jika kita sudah memprioritaskan akhirat, dunia itu akan mengikuti otomatis. Masih butuh kisah-kisah realnya ? Bisa request ya, nanti aku cariin sosok yang pengalamannya bisa dijadikan pembelajaran. See you on top. Makasih sudah mampir dan membaca sampai habis. Jangan lupa tadarus Al Qur’annya, ya.


EmoticonEmoticon